Kode Etik Profesi Advokat Indonesia dan Ternyata Nama Advokat adalah Nama Orang
- A. APA PROFESI ADVOKAT?
http://muhbasrilampe.blogspot.co.id -- Advokat
adalah salah satu penegak hukum yang termasuk dalam Catur Wangsa Penegak Hukum
selain Polisi, Jaksa dan Hakim. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 18
tahun 2003 Tentang Advokat disebutkan bahwa Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi bantuan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Ini.
Pada
awalnya, Advokat itu adalah sebuah nama orang pada zaman kerajaan Athena kuno
dulu. Pada zaman kerajaan Athena kuno dulu, setiap orang yang bersalah langsung
diberi hukuman oleh Raja dengan semaunya saja, tanpa didasari oleh
pertimbangan-pertimbangan. Hal ini lah yang menggerakkan hati si Advokat untuk
membela setiap orang yang bersalah pada waktu itu, dengan alasan agar
terciptanya keadilan bagi masyarakat. semenjak dari itu, si Advokat diangkat
oleh kerajaan sebagai pembela orang-orang yang berperkara, dan si Advokat ini
tidak meminta bayaran kepada orang yang dia bela. dia bekerja atas kemauan hati
nuraninya dengan harapan terciptanya keadilan didalam masyarakat. Kemudian
menjadi kebiasaan bagi masyarakat kala itu, bahwa pembela orang-orang yang
berperkara disebut advokat.
Berkembanglah
kemudian kalau seorang advokat adalah seseorang yang berbicara atas nama orang
lain, terutama dalam konteks hukum. Tersirat dalam konsep ini adalah gagasan
bahwa diwakili kekurangan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau berdiri
untuk berbicara sendiri. Setara dengan luas di berbagai jurisdiksi hukum
berbasis bahasa Inggris adalah “pengacara”.
Kata
Advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu ADVOCARE yang berarti To
defend, to call to one’s aid, to vouch or to warrant., sedangkan dalam
bahasa Inggris Advokat itu disebut ADVOCATE, yang berarti to speak in favor
of or defend by argument, to support, indicate or recommend publicly.
Di
Indonesian muncul penamaan-penamaan terkait dengan profesi yang membela
orang-orang berperkara. lawyer[1], Pengacara[2], barrister, Konsultan Hukum[3] dan Penasihat Hukum[4]. Variasi penamaan Advokat
sebelumnya dikarenakan dalam beberapa undang-undang memakai istilah yang
berbeda misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana menggunakan Penasehat Hukum di dalamnya sedangkan Dengan
disahkannya UU. No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, maka seluruh penamaan
terhadap profesi yang berhubungan dengan konteks pembelaan baik
didalam persidangan maupun diluar persidangan telah disatukan juga menjadi
“Advokat” sehingga penamaan yang beragam seperti : lawyer, Pengacara,
barrister, Konsultan Hukum dan Penasihat Hukum sudah tidak dipakai lagi.
Profesi advokat sudah dikenal sebagai profesi yang mulia (officium nobile). disebutnya Advokat sebagai profesi yang mulia karena Advokat mengabdikan dirinya serta kewajibannya kepada kepentingan masyarakat dan bukan semata-mata karena kepentingannya sendiri. Advokat juga turut serta dalam menegakkan hak-hak azasi manusia baik tanpa imbalan maupun dengan imbalan. Advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan demi penegakan hukum yang berdasarkan kepada keadilan, serta turut menegakkan hak-hak asasi manusia. Di samping itu, advokat bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah kliennya dan tidak pandang bulu terhadap terhadap kasus yang dibelanya. Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh merugikan kepentingan orang lain. Advokat berkewajiban memberikan bantuan hukum[5] berupa jasa hukum yang berupa menjadi pendamping, pemberi nasehat hukum, menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya, atau dapat menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara, baik yang berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Ia juga dapat menjadi fasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakan keadilan untuk membela hak asasi manusia serta memberikan pembelaan hukum yang bebas dan mandiri. Dan dibalik pekerjaan profesionalnya yang menerima profit atau lawyer fee, tidak melupakan asas kemnusiaan yang mulia yaitu pro-bono atau bantuan hukum Cuma-cuma[6] sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma .
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Advokat mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik terhadap diri sendiri, klien, pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai pekerjaan bermartabat Advokat karenanya harus mampu melibatkan diri leih tinggi dengan aparat penegak hukum, dasar filosofis, asas-asas, teori-teori da tentunya norma-norma hukum dan hampir semua aspek harus dikuasai.[7] Jadi sangat keliru jika Advokat dikatakan membela orang salah karena membela hak hukum termasuk Hak Asasi Manusia seseorang yang wajib dibela sebagaimana diatur dalam Pasal 28 D Undang-undang Dasar, Konvenan Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Pasal 54 Kitab Undag-Undang Hukum Acara Pidana.
- B. KODE ETIK ADVOKAT
Profesi
advokat tidak bisa dilepaskan dari Kode Etik (Code of conduct) yang memiliki
nilai dan moral di dalamnya. Menurut Filsuf Jerman-Amerika. Hans Jonas
Nilai adalah The Addresses of a yes yaitu : Sesuatu yang kita
iakan atau kita aminkan “ Nilai mempunyai konotasi positif sebaliknya sesuatu
yang kita jauhi atau lawan dari nilai adalah “ Non Nilai” (
Disvalue ). Istilah nilai : value (Inggris); valua, valere (Latin); Worth,
Weorth, Wurth (Amerika) yang berarti kuat dan berharga. Nilai berguna sebagai
sumber dan tujuan pedoman hidup manusia.
Oleh karena ada nilai tersebut, maka muncullah kemudian Sebuah Norma yaitu sebuah aturan, patokan atau ukuran, yaitu sesuatu yang bersifat “pasti dan tidak berubah,” yang dengannya kita dapat memperbandingkan sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya atau kualitasnya, kita ragukan. Konon Norma dalam bahasa latin memiliki arti “ carpenter’s square : siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk mengecek apakah benda yang dikerjakannya ( meja, bangku, lemari dan sebagainya ) benar-benar lurus.
Dengan merujuk pada kepada arti Etika yang sesuai, maka arti kata moral[8] sama dengan arti kata Etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Apabila dikatakan : “ Advokat yang membela perkara itu tidak bermoral” artinya perbuatan Advokat itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam kelompok profesinya.
Pembahasan mengenai Etika pertama kali dimulai oleh Aristoteles, dalam bukunya berjudul ETHIKA NICOMACHEIA, yang ditujukan untuk putranya Nikomachus. Dalam buku ini dijelaskan tentang tata cara pergaulan dan penghargaan seseorang manusia kepada orang lain, yang tidak didasarkan pada egoism. Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari perkataan “ethos” yang diturunkan dari Bahasa Yunani yang berarti adat istiadat. Kata “Ethos” mempunyai makna yang setara dengan kata “mos” dalam Bahasa Latin yang juga berarti “adat istiadat”atau kebiasaan baik.
Etika
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asas-asas akhlak (moral),
nilai, kesusilaan, yang mengatur tentang perilaku baik dan buruk dalam hidup
dimasyarakat. Antara etika dan etiket terdapat perbedaan yang jelas. Etika sama
berarti dengan moral, sedangkan etiket berarti sopan santun. Namun kedua
istilah ini sering dicampuradukkan.
Mengenai tujuan adanya kode etik, Subekti menilai bahwa “fungsi dan tujuan kode etik adalah menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan melarang perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya”. Senada dengan Bertens, Sidharta berpendapat bahwa Kode Etik Profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Jadi
paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yaitu
:
(1)
menjaga dan meningkatkan kualitas moral;
(2)
menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis;
(3)
melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi. Kesemua maksud
tersebut bergantung dengan prasyarat utama yaitu menimbulkan kepatuhan bagi
yang terikat oleh kode etik.
Namun
teori hukum positivis dari Hart, Kelsen dan Austin menyebabkan kemudian kode
etik itu dibuat secara tertulis. Ada
beberapa alasan kode-kode etik profesi tersebut dibuat tertulis, karena :
- Kode-kode etik itu penting, sebagai sarana kontrol sosial
- Kode-kode etik profesi mencegah pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atu oleh masyarakat melalui beberapa agen atau pelaksananya
- Kode etik adalah penting untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi
Tujuan
dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik profesi adalah :
- Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga (institution), dan masyarakat pada umumnya.
- Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaannya.
- Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan jahat dari anggota tertentu.
- Standar-standar etika mencerminkan/ membayangkan pengharapan moral dari komunitas.
- Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
Dalam
konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain :
- Merupakan produk etika terapan, sebab dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi tertentu.
- Kode etik dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga sering menimbulkan penyalahgunaan yang meresahkan masyarakat dan membingungkan profesi itu sendiri.
- Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di-drop begitu saja dari atas, sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai yang hidup dalam kalangan professional sendiri.
- Kode etik merupakan self-regulation (pengaturan diri) dari profesi itu sendiri, Ini dimaksudkan untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki, yang prinsipnya tidak pernah dapat dipaksakan dari luar.
- Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang tidak etis, oleh karenanya kode etik sering berisi ketentuan wajib lapor tentang pelanggarannya.
Untuk
menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika yang
ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik. Di setiap sektor
kenegaraan dan pemerintahan selalu terdapat peraturan tata tertib serta
pedoman organisasi dan tata kerja yang bersifat internal. Di lingkungan
organisasi-organisasi masyarakat juga selalu terdapat Anggaran atau Pedoman
Dasar dan Anggaran atau Pedoman Rumah Tangga organisasi.
Demikian pula halnya UU Advokat telah menentukan adanya kewajiban menyusun kode etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat. Setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku tidaknya kode etik tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi Advokat.
Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat dapat ditegakkan di lingkungan advokat itu sendiri, baik aturan hukum negara maupun aturan berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah tangga serta kode etik profesi. Sebagai organisasi profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat, mekanisme pengawasan yang dibuat tentu harus pula membuka ruang bagi partisipasi publik dan menjalankan prinsip transparansi.
Advokat; sikap bertanggung jawab seorang advokat dapat dilihat dari dalam KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA, Pasal 2 yang menyebutkan :” Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran yang dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya”
Pada saat menjalankan tugasnya seorang advokat memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban seorang advokat adalah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai Kode Etik Advokat Indonesia dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Hubungan antara advokat dan kliennya dipandang dari advokat sebagai officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :
- Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada ketentuan Undang – Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap kliennya.
- Karena advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin , maka advokat harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.
Selain
itu, untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan
keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU Advokat telah
memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran,
dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi
Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat
dapat dikenai tindakan dengan alasan[9]:
- mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
- berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
- bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
- berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
- melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan dan atau perbuatan tercela;
- melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.
Di
Indonesia, satu-satunya organisasi Advokat yang diakui adalah Perhimpunan
Advokat Indonesia (PERADI) yang didirikan berdasarkan perintah dan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang advokat serta mendapat
kekuatan konstitusional oleh mahkamah Konstitus dalam Putusan Perkara Nomor
014/PUU-IV/2006 dengan memberikan kedudukan “PERADI sebagai organ Negara.
Pasal
24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan
kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-ban lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya
kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi advokat
yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab[10], sebagaimana selanjutnya
diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 disinilah dasar hukum bahwa
PERADI adalah sebuah organ negara dan lembaga negara dalam suatu peradilan dan
bukanlah Organisasi Masyarakat.
Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, yaitu”Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara.[11]
Demikian pula hanya PERADI pula yang secara tegas mengatur tentang Kode Etik Advokat. Kode Etik Advokat yang terakhir dan berlaku untuk semua organisasi/assosiasi Advokat di Indonesia telah disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 di Jakarta oleh 7 Assosiasi Advokat yang tergabung menjadi satu wadah tunggal yang selanjutnya disebut Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ), terdiri dari 7 Organisasi/Assosiasi profesi advokat :
- 1. Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN )
- 2. Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI )
- 3. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ( IPHI )
- 4. Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia ( HAPI )
- 5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI )
- 6. Assosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI)
- 7. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM )
Dengan
ditetapkannya Kode Etik Advokat oleh KKAI ini maka kode etik pada masing-masing
organisasi advokat yang ada menjadi tidak berlaku lagi dan semua organisasi
profesi advokat di Indonesia harus tunduk terhadap ketentuan yang disepakati
oleh oleh KKAI sebagai wadah tunggal yang mempersatukan organisasi profesi
advokat yang selama ini terpecah-pecah menjadi beberapa assosiasi/organisasi.
Uraian
penting mengenai Kode Etik Advokat meliputi apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang Adovokat yang dipilah menjadi beberapa bagian antara
lain:
1.
Etika Kepribadian Advokat.
Advokat
Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, bersikap satria, jujur, dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan dalam melaksanakan tugasnya
menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik
advokat serta sumpah jabatannya (Pasal 2 Kode Etik Advokat)
Etika
Kepribadian Advokat juga ditegaskan dalam Pasal 3 Kode Etik Advokat bahwa :
a)
Advokat dapat menolak untuk memberikan nasihat dan bantuan hukum karena
pertimbangan keahlian dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi
tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku,
keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.
b)
Tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi lebih mengutamakan tegaknya
hukum, keadilan, dan kebenaran.
c)
Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan
wajib menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia.
d)
Memegang teguh rasa solidaritas sesama advokat dan wajib membela secara
cuma-cuma teman sejawat yang yang diduga atau didakwa dalam perkara pidana.
e)
Wajib memberikan bantuan hukum dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang
diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena
penunjukan organisasi profesi.
f)
Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan derajat dan
martabat advokat,
g)
Wajib senantiasa menjungjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat
(officium nobile )
h)
Dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak, tetapi
wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.
i)
Advokat yang diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara ( Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif ) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai advokat
dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun
atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan
selama ia menduduki jabatan tersebut.
- 2. Etika Hubungan Dengan Klien.
Bahwa
sejatinya advokat juga harus menjaga etika dengan kliennya. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yang menyatakan hal-hal sebagai berikut
:
a)
Advokat dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan
damai.
b)
Tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai
perkara yang sedang diurusnya.
c)
Tidak dibenarkan memberikan jaminan bahwa perkaranya akan menang
d)
Dalam menentukan honorarium, Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan
klien
e)
Tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f)
Dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti
perkara yang menerima imbalan jasa.
g)
Harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar
hukumnya.
h)
Memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya dan
sampai berakhirnya hubungan antara Advokat dank klien itu.
i)
Tidak diperkenankan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang
tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat itu dapat menimbulkan kerugia
terhadap kliennya.
j)
Harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan bersama
dua pihak atau lebih yang menimbulkan pertentangan kepentingan antara
pihak-pihak yang bersangkutan
k)
Hak retensi terhadap Klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian
kepentingan kliennya.
- 3. Hubungan Dengan Teman Sejawat.
Etika
dengan teman sejawat juga diatur dalam kode etik advokat. Hubungan dengan teman
sejawat ditegaskan dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat yang menerangkan :
a)
Saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b)
Dalam persidangan hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik
scara lisan maupun tertulis.
c)
Keberatan-keberatan tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan
Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan
tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d)
Tidak diperkenankan untuk merebut seorang klien dari teman sejawat
e)
Apabila Klien menghendaki mengganti advokat, maka advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada
advokat semula dan berkewajiban mengingatkan kliennya untuk memenuhi
kewajibannnya apabila masih ada terhadap advokat semula.
f)
Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap advokat yang
baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan
yang penting untuk mengurus perkara ini, dengan memperhatikan hak retensi
Advokat terhadap Klien tersebut.
Sedangkan
khusus bagi advokat asing yang bekerja di Indonesia atau Advokat asing yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yag berlaku menjalankan profesinya di
Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik yang ada.
- 4. Etika Cara Bertindak menangani Perkara
Dalam
menjalankan profesinya, seorang Advokat juga memiliki kode etik yang harus
dipatuhi. Adapun etika cara bertindak menangai perkara sesuai dengan Pasal 7
Kode Etik adalah :
a)
Surat-surat yang dikirim oleh advokat kepada teman-teman sejawatnya dalam suatu
perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali
surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhkan catatan “sans
Prejudice”
b)
Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar advokat,
tetapi tidak berhasil , tidak dibenarkan untuk dijadikan alat bukti di
pengadilan
c)
Dalam perkara yang sedang berjalan advokat tidak dapat menghubungi hakim tanpa
adanya pihak lawan dalam perkara perdata ataupun tanpa jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana.
d)
Advokat tidak dibenarkan mengajari atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan
oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut Umum daam
perkara pidana.
e)
Apabila mengetahui bahwa seseorang telah menunjuk advokat maka hubunga dengan
orang itu hanya dapat dilakukan melalui advokat tersebut.
f)
Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan
dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan yang menjadi tanggung jawabnya,
yang dikemukanka secara proporsional dan tidak berlebihan dan untuk itu advokat
memiliki hak imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
g)
Advokat wajib untuk memberikan bantuan hukum Cuma-Cuma bagi orang yang tidak
mampu.
h)
Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai
perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.
- 5. Kode etik lainnya yang menyangkut profesi advokat.
Selain
kode etik yang telah disampaikan sebelumnya, terdapat ketentuan-ketuan tentang
kode etik yang diatur dalam Pasal 8 Kode Etik Advokat tersebut antara
lain :
a)
profesi advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan
karenanya dalam menjalankan profesinya selaku penegak hukum sejajar dengan
jaksa dan hakim.
b)
Dilarang memasang iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang lain termasuk
pemasangan papan nama dengan bentuk dan atau ukuran yang berlebihan.
c)
Kantor advokat atau cabangnya tidak dibenarkarkan diadakan di suatu tempat yang
merugikan kedudukan dan martabat Advokat.
d)
Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan
namanya sebagai advokat di papn nama kantor advokat atau mengizinkan orang yang
bukan advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai advokat.
e)
Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawannya-karyawannya yang tidak
berkualitas unuk mengurus perkara atau memberi nasihat hukum kepada kliennya
dengan lisan atau dengan tulisan
f)
Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya
dan atau untuk menarik perhatian masyaraka mengenai tindakan-tindakannya
sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali
apabila keterangan tersebut bertujuan untuk menegakkan prinsip hukum yang wajib
diperjuangkan oleh Advokat.
g)
Advokat wajib mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya
apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepatan tentang cara penangan
perkara dengan kliennya.
h)
Bagi advokat yang pernah menjadi hakim atau panitera dalam pengadilan tidak
dibenarkan untuk memegang atau menagani perkara yang diperiksa pengadilan
tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari
pengadilan tersebut.
Advokat
dalam menjalankan profesinya tidaklah kebal hukum . terdapat pengawasan yang
dilakukan oleh seluruh pihak yang terkait dengan advokat yang bersangkutan.
Dalam Pasal 9 Huruf b Kode Etik Advokat disebutkan, Pengawasan
terhadap advokat melalui pelaksanaan kode etik advokat dilakukan oleh Dewan
Kehormatan baik dicabang maupun dipusat dengan acara dan sanksi atas
pelanggaran yang ditentukan sendiri. Tidak satu pasalpun dalam kode etik
advokat ini yang memberi wewenang kepada badan lain selain Dewan Kehormatan
untuk menghukum pelanggaran atas pasal-pasal dalam kode etik advokat.
Untuk
Pengaduan, dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa
dirugikan, yaitu : Klien, Teman Sejawat Advokat, Pejabat Pemerintah, Anggota
Masyarakat, Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana
teradu menjadi anggota sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Kode Etik Advokat.
Adapun
sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi Advokat yang elanggar adalah
Sanksi-sanksi penghukuman sebagaimana tertuag dalam Pasal 16 Kode Etik
Advokat berupa : Peringatan Biasa, Peringatan Keras, pemberhentian
sementara untuk waktu tertentu dan pemecatan dari keanggotaan organisasi
profesi.
Oleh
karena diatur dalam kode etik (code of conduct), maka sejatinya advokat yang
tidak professional adalah advokat yang menggadaikan etika profesinya.
[1] Menurut definisi Black law
Dictionary, lawyer is a peson lerned in the law, as an attorney, counsel or
solicitor, a person who is practicing law; lihat Henry Cambell Black, Black’s
Law Dictionary, Edisi Kelima, St. Paul: West Publishing, 1979, hlm 799, dan
dalam Http://en.wikipedia.org./wiki/lawyer
[2] Menurut kamus besar bahas
Indonesia Pengacara berarti ahli hukum yang bertidak sebagai peasehat atau
pembela perkara di Pengadilan.
[3] Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Konsultan adalah orang yang dapat memberikan pendapat (petunjuk,
pertimbangan) dalam suatu keahlian seperti perbankan, pertanian dan penasehat.
Dalam hal ini kosultan hukum dilakukan oleh orang yang ahli hukum.
[4] Penasehat Hukum Menurut Pasal
1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana menyebutkan Penasehat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Undang-Undang untuk memberi bantun Hukum.
[5] Dalam Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang
diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada penerima bantuan hukum.yang
dimaksud dengan penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin
dan yang memberi bantuan hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang.
dalam undang-Undang ini pemberi bantuan hukum tidak hanya dapat dilakukan oleh
Advokat saja tetapi juga oleh Paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas Hukum.
[6] Dalam Pasal 1 Angka 3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 Tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma ,
dinyatakan bahwa Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang
diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian
konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang
tidak mampu.
[7] Jawahir Tantowi, Peningkatan
Kualitas Advokat Melalui Pendidikan Advokat Di Era Global : disampaikan dalam
seminar denga tema “Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 : Suatu Kemajuan Atau
Kemundururan. Sumbangsih untuk RUU Perubahan UU Advokat”. Diselengarakan oleh
Ikatan Advokat Indonesia (Indonesia Bars Association). Bumi Hotel Surabaya Jl.
Basuki Rahmat 106-128. Surabaya. Jumat, 5 April 2013.
[8] Kata Moral berasal dari
bahasa Latin Mos, jamaknya Mores yang juga berarti
adat kebiasaan. Secara etimologis kata Etika sama dengan kata moral, keduanya
berarti adat kebiasaan. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika berasal
dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin.
[9] Jimly Asshiddiqie, Bahan Orasi
Hukum pada acara “Pelantikan DPP IPHI Masa Bakti 2007 – 2012”. Bandung, 19
Januari 2008
[10] Huruf B Konsideran Menimbang
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
[11] Lihat Pertimbangan Hukum
Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Undang-Undang Advokat.
(lawyersinbali)
Komentar
Posting Komentar