Tuntunan Ibadah Idul Qurban Menurut Muhammadiyah
Pertanyaan dari:
Yunus, dipowinatan, Yogyakarta
(Suara Muhammadiyah No. 09 tahun ke 82/1997)
Pertanyaan:
Mohon dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah qurban
untuk dipedomani, yaitu tentang apa dan bagaiman qurban itu, siapa yang
berkewajiban melaksanakannya, siapa yang berhak menerima daging qurban,
bagaimana biaya pelaksanaanya serta bagaimana ketentuan mengenai kulit
qurban. Pertanyaanya, kulit hewan qurban itu apakah boleh atau tidak
dijual untuk keprluan sosial, seperti membayar listrik masjid, keperluan
drumband, dll ?
Jawaban:
Bapak penanya dan pembaca yang budiman, sekalipun pertanyaan ini baru
dimuat di SM sudah terlambat dari waktu pelaksanaan ibadah Qurban tahun
1417 H/1997 M, tapi mudah-mudahan bisa memberikan manfaat untuk ibadah
qurban tahun yang akan datang. Pertanyaan yang bapak ajukan secara
singkat dapat kami jawab sebagai berikut:
1. Secara bahasa, istilah qurban berasal dari kata qarraba, yuqarribu, qurbanan, artinya pendekatan diri. Menurut istilah agama, qurban ialah: menyembelih hewan pada hari nahr dan hari tasyriq,
dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan realisasi rasa
syukur atas nikmat yang diberikan Allah. Dari pengertian ini dapat
diketahui bahwa melaksanakan qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan menaati perintah-Nya, bukan dengan maksud yang lain dari segi
waktu, penyembelihan yang dapat diklasifikasikan ke dalam ibadah
qurban, dibatasi hanya selama hari nahr (tanggal 10
Dzulhijjah). Oleh karena itu apabila penyembelihan dilakukan sebelum
atau sesudah hari tersebut, sekalipun dimaksudkan sebagai ibadah qurban,
maka tidaklah termasuk dalam kriteria ibadah qurban. Demikian juga
hewan yang dapat dijadikan qurban sudah ditentukan jenisnya, yaitu Unta,
Sapi, Kerbau, Kambing atau Domba. Oleh karena itu kalau hewan yang
dijadikan untuk qurban itu berupa unggas umpamanya, maka penyembelihan
itu tidak termasuk dalam kriteria ibadah qurban.
2. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum melakukan qurban, ada
yang mengatakan wajib, tapi ada juga yang mengatakan sunah. Muhammadiyah
sendiri belum menentukan apakah hukum melakukan qurban itu. Terlepas
dari adanya perbedaan pendapat mengenai hukum melakukan qurban, tetapi
yang jelas bahwa ibadah qurban itu diperintahkan oleh Allah, seperti
dalam surat al-Kautsar (108) ayat 1 dan 2:
(إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ( ١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ( ٢
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. (QS. Al-Kautsar:1-2).
Demikian juga firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 36:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al-Hajj: 36)
Dalam pada itu Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa mendapatkan keluasan (riski), untuk berqurban tetapi tidak berqurban, maka janganlah mendekati tempat salat kami. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Sabda Nabi di atas menunjukkan betapa kuatnya perintah berqurban itu,
sehingga Nabi mencel para sahabatnya yang mampu berqurban tetapi tidak
mau melaksanakannya, dengan melarang mendekati musalanya.
Orang yang diperintahkan untuk melakukan qurban adalah orang Islam
yang memiliki kemampuan. Mampu berqurban itu, baik karena mempunyi
sendiri hewan qurban itu atau dengan cara membeli. Termasuk dalam
kriteria mampu, apabila hewan qurban itu didapat dengan cara menghutang
asalkan ia memiliki kemapuan untuk membayar hutang tersebut, maka qurban
dengan cara berhutang adalah diperbolehkan dan sah. Adapun yang berhak
menerima daging qurban ialah fakir miskim dan sahibul qurban (orang yang
berqurban) itu sendiri.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalah surat
al-Hajj ayat 36 di atas. Tidak ada nash yang sarih (tegas) yang mengatur
berapa bagian yang diberikan kepada fakir miskin dan berapa pula bagian
yang diambil sahibul qurban. Hanya menurut para ulama, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah, bahwa
sahibul qurban berhak menerima sepertiganya (As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah,
Dar el-Fikr, 1992, III: 278). Demikian juga tidak ada pembatasan bahwa
fakir miskin itu harus yang beragama Islam. Oleh karena itu bolehjuga
fakir miskin yang tidak beragama Islam diberi daging quran. Perlu
mendapat perhatian bahwa daging qurban tidak bleh dijual, sekalipun
hasilnya untuk kepentingan agama, sehingga apabila di tempat
penyembelihan tidak ada fakr miskinnya, daging qurban tersebut harus
diberikan kepada fakir miskin i tempat lain.
3. Mengenai biaya penyembelihan hewan qurban, pada dasarnya merupakan
beban dari sahibulqurban. Oleh karena itu apabila seorang menyerahlkan
hewan qurban kepada panitia qurban dan panitia memerlukan biaya untuk
menyembelih dan pengurusan daging qurban lebih lanjut, panitia pelaksana
bisa meminta biaya tersebut kepada sahibul qurban. Tidak boleh
penyembelih atau yang mngurusi daging qurban diberi upah yang berupa
daging qurban. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi riwayat
al-Bukhari danMuslim dari sahabat Ali ra:
عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: «أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا
(متفق عليه)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Rasulullah saw
menugaskan saya mengurus qurbannya danmembagi-bagikan daging, kulit dan
bagian-bagian lainya kepada fakir miskin dan saya tidak boleh memberi
apapun dari hewan qurban itu kepada penyembelihnya.
4. Mengenai penggunaan kulit heewan qurban, harus diperhatikan bahwa
inti ibadah qurban adalah memberi sadaqah kepada fakir miskin berupa
daging qurban, didalamnya mengandung unsur ibadah dansekaligus unsur
menambah protein hewani bagi fakir miskin tersebut. Mengenai boleh
tidaknya kulit hewan qurban itu dijual, tidak ditemukan ayat al- Quran
yang secara definitif mengatur persoalan tersebut. Keuali ayat yang
membicarakan tentang kebolehan bagi sahibul quban memakan sebagian
dagingnya, yaitu disamping ayat 36 surat al-hajj di atas, juga ayat 28
dari surat yang sama menyebutkan:
(فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (الحج:٢٨
Makanlah sebagian dagingnya dan berimakanlah fakir miskin dengan daging itu.
Dalam pada itu terdapt hadi Nabi yang membicarakan tentang kulit hewan qurban, yaitu hadis riwayat Ahmad:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُواوَتَصَدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لُحُومِهَا شَيْئًا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُم
(رواه أحمد)
Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu jual daging denda haji
dan daging qurban, makanlha dan sedekahkanlah dagingnya itu dan ambillah
manfaat kulitnya ika kamu diberi makan dagingnya makanlah jika kamu
suka.
Hadis lain juga diriwayatkan Imam Ahmad menyebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَقَالَ: وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ، وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَلَا تَبِيعُوهَا
(رواه أحمد)
Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu jual daging denda bagi
haji dan daging qurban, makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu dan
ambillah manfaat kulitnya dan jangan kamu jual kulitnya.
Kitab dari dua hadis tersebut di atas adalah sahibul qurban. Pada
hadis pertama tidak disertai larangan menjual kulit, sedangkan hadis
kedua disertai larangan untuk menjual kulit hewan qurban. Apabila ada
dua dalil yang satu tidak melarang dan yang satu melarang, maka
dahulukanlah dalil yang mengandung larangan.
Larangan menjual kulit hewan qurban tersebut ditujukan kepada sahibul
qurban, karena dikhawatirkan adanya keinginan memiliki uang dari hasil
penjualan kulit tesbut untuk kepentingan pribadi, tetapi bagaiman kalau
penjualan kulit hewan itu bukan untuk kepentingan pribadi? Sementara itu
yang berjalan di masyarakat sekarang ini bahwa pengelolaan hewan qurban
berikut penyembelihan dan pendistribusian dagingnya ditangani secara
kepanitiaan, sehingga akn terkumpul kulit hewan qurban yang banyak,
mengingat hal demikan, maka kulit hewan qurban dapat dijual dan uangnya
bisa dibelikan daging, lalu dibagikan kepada fakir miskin, atau bisa
saja digunakan untuk kemaslahatan agama. Hanya saja untuk menentukan
yang lebih maslahat dari dua kepentingan itu diserahkan kepada hasil
musyawarah.
Sumber: http://www.khittah.co/tuntunan-ibadah-qurban-menurut-muhammadiyah/7731/
Komentar
Posting Komentar